Indeks
Opini  

Ada apa dengan Revisi RUU TNI?, Kembali ke Orde Baru dengan Jalur Cepat kah?

JAGOBERITA.ID-Surabaya. Dulu, rakyat turun ke jalan menuntut reformasi. Teriakan mereka menggema, menumbangkan tirani, dan mengusir militer dari ranah sipil. Tapi kini, tanpa suara, tanpa perlawanan, sejarah itu coba diputar ulang. Bukan dengan tank dan senjata, tapi dengan tinta undang-undang yang disusun diam-diam. Reformasi sedang dikorbankan! dan kita hanya diam?

Bayangkan sebuah negara demokrasi yang repot-repot melakukan reformasi militer pasca-Orde Baru, hanya untuk kemudian menggulungnya kembali seperti karpet bekas acara kenegaraan. Itulah yang terjadi dengan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), yang tiba-tiba dipercepat tanpa banyak ruang diskusi publik. Alih-alih dibahas dengan transparan, revisi ini malah digodok di hotel mewah, jauh dari mata rakyat. Katanya sih demi efektivitas, tapi kok rasanya lebih mirip operasi senyap?
Bahkan Tiga aktivis dari Koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi sektor keamanan yang mencoba menghentikan pembahasan undang-undang yang di lakukan secara diam-diam di hotel mewah malah di dorong keluar, apakah ini yang dinamakan demokrasi?

Militer di Mana-Mana, Lalu Demokrasi ke Mana?

Revisi ini membuka pintu lebih lebar bagi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil, dari yang awalnya 10 lembaga menjadi 16. Kalau dibiarkan, jangan-jangan nanti mereka juga bisa jadi kepala desa atau ketua RT. Kita sedang berjalan mundur ke era dwifungsi militer, di mana seragam loreng ada di mana-mana, dari kantor kementerian sampai lembaga sipil.

Padahal, semangat reformasi 1998 jelas. TNI itu alat pertahanan negara, bukan alat politik atau administrasi. Tapi dengan revisi ini, fungsi mereka makin kabur. Kalau tentara sibuk duduk di kursi birokrasi, lalu siapa yang berjaga di perbatasan? Atau jangan-jangan nanti tentara kita lebih ahli dalam menandatangani dokumen anggaran daripada strategi pertahanan?

Yang lebih bikin miris, ada wacana penghapusan larangan bisnis bagi TNI. Artinya, tentara bukan cuma jaga pertahanan negara, tapi juga bisa buka usaha. Besok-besok, jangan heran kalau lihat tank tempur diparkir di depan warung kopi, atau kapal perang disewakan buat acara pernikahan di laut.

Lho, katanya profesional? Tentara harus fokus bela negara, bukan hitung omzet! Kita nggak mau melihat militer kita lebih sibuk jualan ketimbang menjaga kedaulatan.

Ayo bangun kesadaran! Kalau revisi ini lolos tanpa kritikan keras dari masyarakat, mahasiswa, dan elemen sipil, maka kita sedang membiarkan militer kembali masuk ke ranah yang bukan miliknya. Reformasi 1998 itu bukan lelucon yang bisa dibatalkan begitu saja dengan menghalalkan segala cara.

Jangan sampai besok kita bangun tidur dan menyadari bahwa negeri ini sudah kembali ke era Orde Baru, cuma kali ini dengan kemasan lebih rapi dan label “demokrasi” yang hanya pajangan. Yang begini ini bukan kemajuan, tapi pengkhianatan terhadap reformasi!
Mari terus suarakan!

*Oleh: Nasrawi. Presiden Mahasiswa BEM Universitas Muhammadiyah Surabaya

 

*Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi jagoberita.id

*Panjang naskah dalam opini maksimal 5.000 karakter atau sekitar 700 kata

*Rubrik opini di JAGOBERITA terbuka untuk umum. Sertakan riwayat kehidupan singkat serta Foto diri

Exit mobile version