JAGOBERITA.ID-Pamekasan . Pura-pura sakit untuk menghindari tanggung jawab, baik di tempat kerja, sekolah, atau institusi lain, merupakan tindakan yang tidak hanya tidak etis tetapi juga melanggar hukum. Tindakan ini merusak kepercayaan dalam sistem, baik antara individu dengan lembaga antarprofesi, terutama profesi dokter. Ketika seseorang yang sebenarnya sehat menggunakan surat keterangan palsu untuk membenarkan ketidakhadirannya, ia secara sadar telah menipu dan menyalahgunakan izin yang dipercayakan kepada dokter.
Pasal 267 KUHP memberikan sanksi tegas bagi dokter yang dengan sengaja membuat surat keterangan palsu, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hukum memandang serius otoritas dalam profesi medis. Dokter memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan keterangan medis secara objektif dan berdasarkan hasil pemeriksaan yang sebenarnya. Ketika dokter melanggar prinsip ini, maka kredibilitas profesi kedokteran pun ikut tercoreng.
Tak hanya dokter, pemakai surat palsu juga tidak luput dari ancaman pidana. Pasal 267 ayat (3) menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menggunakan surat keterangan palsu seolah-olah isinya benar, dapat dikenakan sanksi yang sama. Hal ini menegaskan bahwa pelanggaran hukum tidak hanya dilakukan oleh pembuatnya, tetapi juga oleh pihak yang menyalahgunakan surat tersebut. Dalam konteks ini, tindakan bolos kerja atau sekolah dengan surat sakit palsu adalah bentuk pemalsuan dan penipuan yang patut dihukum.
Penyalahgunaan surat keterangan sakit dapat berdampak pada sistemik. Jika praktik ini dibiarkan, maka akan menurunkan integritas sistem pelayanan kesehatan dan menciptakan preseden buruk di masyarakat. Institusi akan kesulitan membedakan mana yang benar-benar membutuhkan istirahat medis dan mana yang hanya memanfaatkan celah untuk menghindari kewajiban. Akibatnya, kepercayaan terhadap profesi medis bisa menurun drastis, dan hal ini berbahaya dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjaga integritas dan kejujuran dalam menjalankan peran masing-masing. Dokter harus berpegang pada kode etik dan prosedur medis yang berlaku, sementara masyarakat harus menyadari bahwa kejujuran merupakan bagian dari tanggung jawab sosial. Penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti ini perlu dilakukan secara konsisten untuk menimbulkan efek jera dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa mendatang.
* Oleh : Ridoi Aka Romli, S.Kep.,Ns.,M.Kes.,MH (Pemilik Klinik Rawat Inap Meilia Pasean Pamekasan)
*Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi jagoberita.id
*Panjang naskah dalam opini maksimal 5.000 karakter atau sekitar 700 kata
*Rubrik opini di JAGOBERITA terbuka untuk umum. Sertakan riwayat kehidupan singkat serta Foto diri sendiri