JAGOBERITA.ID-Jombang– Di tengah berbagai penolakan dan kritik dari masyarakat sipil, DPR RI tetap mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam sidang paripurna ke-15. Pengesahan yang terkesan terburu-buru ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen pemerintah dalam mendengarkan suara rakyat.
Meski Ketua Komisi I DPR Utut Adianto menyatakan bahwa proses pembahasan RUU TNI telah melibatkan peran aktif masyarakat sebagai bagian dari “partisipasi yang bermakna”, kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Berbagai elemen masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis HAM telah menyuarakan kekhawatiran mereka tentang sejumlah pasal dalam revisi UU ini yang berpotensi membuka ruang bagi militerisasi sipil dan pelemahan demokrasi.
Proses pembahasan yang hanya berlangsung sekitar satu bulan sejak surat Presiden Prabowo Subianto tertanggal 18 Februari 2025 juga menimbulkan pertanyaan tentang kualitas musyawarah publik yang dilakukan. Kecepatan pengesahan ini kontras dengan kerumitan isu yang diatur dalam revisi tersebut.
Pernyataan Sjafrie Sjamsoeddin tentang prinsip jati diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara profesional terasa ironis ketika aspirasi rakyat yang seharusnya menjadi tuan bagi tentara rakyat justru terabaikan dalam proses ini. Pengesahan RUU ini seolah menegaskan bahwa kepentingan elit politik dan oligarki lebih diprioritaskan dibandingkan keinginan publik.
Momentum pengesahan RUU TNI ini menjadi cermin mengaburkan demokrasi Indonesia, di mana mekanisme checks and balances seolah hanya menjadi formalitas. Ketika Puan Maharani mengetuk palu pengesahan diiringi kata “setuju” dari peserta sidang, terdengar pula dentuman palu sebagai aspirasi masyarakat yang telah lama menyuarakan persetujuan mereka.
Sebagai negara yang mengklaim dirinya demokratis, sudah seharusnya proses legislasi melibatkan partisipasi publik yang substansial, bukan sekedar prosedural. Revisi UU TNI ini menjadi pengingat pahit bahwa jalan menuju demokrasi yang sehat masih panjang, dan kepentingan rakyat masih sering dikalahkan oleh agenda politik elite penguasa.
*Oleh: Sahrozzi. Wakil Ketua 1 PC PMII Jombang
*Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi jagoberita.id
*Panjang naskah dalam opini maksimal 5.000 karakter atau sekitar 700 kata
*Rubrik opini di JAGOBERITA terbuka untuk umum. Sertakan riwayat kehidupan singkat serta Foto diri